Press "Enter" to skip to content

SENYAWA Guncang Balai Pemuda Surabaya di Pembukaan Artsubs 2025

Citizen

Duo musik eksperimental SENYAWA mengguncang malam pembukaan Artsubs pada 2 Agustus 2025 di Balai Pemuda Surabaya dengan penampilan yang intens, spiritual, dan subversif. Baca ulasannya di sini.


SENYAWA: Menggetarkan Malam Pembukaan Artsubs dengan Ritual Bunyi Primitif

Langit Surabaya pada malam 2 Agustus 2025 tampak lebih gelap dari biasanya, seolah bersiap menyambut datangnya sesuatu yang tidak biasa. Di tengah gemerlap kota dan lalu lalang kendaraan, sebuah acara pameran seni kontemporer bertajuk “ARTSUBS” resmi dibuka di Balai Pemuda Surabaya—ikon budaya yang sejak masa kolonial menjadi saksi denyut kesenian kota.

Namun malam itu, bukan hanya seni rupa yang hadir. Ketika jarum jam menunjuk pukul 19.00 WIB, kerumunan yang telah menyesaki area panggung terbuka ART SUBS dikejutkan oleh kemunculan SENYAWA—duo musik eksperimental yang telah menggemparkan panggung-panggung dunia dari Tokyo, Berlin, hingga Reykjavik. Tapi malam itu, panggung milik Surabaya.

SENYAWA dan Bahasa Bunyi yang Tidak Mengenal Batas

SENYAWA, yang terdiri dari Rully Shabara (vokal) dan Wukir Suryadi (instrumen), telah lama dikenal sebagai entitas musik yang membongkar batas antara musik tradisi dan avant-garde. Mereka tidak sekadar memadukan instrumen lokal dan teknik modern, tetapi menciptakan ekosistem suara yang menantang struktur, norma, bahkan kenyamanan.

Di ART SUBS, mereka tak hanya tampil; mereka menghantam.

Setelah pembukaan resmi pameran seni selesai, lampu sorot berubah menjadi merah darah. Panggung berubah menjadi altar. Rully muncul dalam setelan serba hitam, berdiri tenang namun memancarkan aura yang mengintimidasi. Di sampingnya, Wukir berdiri di belakang instrumen rakitan—perpaduan bambu, kawat logam, dan amplifier—siap mengirimkan guncangan frekuensi rendah ke dada para penonton.

Lagu pertama dimulai bukan dengan melodi, melainkan dengan tarikan napas panjang yang berubah menjadi raungan. Tidak ada aba-aba, tidak ada kata sambutan. Bunyi menjadi bahasa, dan sejak detik itu, seluruh area berubah menjadi ruang transendental.

Ritual Bunyi dan Tubuh Kolektif

Penonton duduk melingkar di sekitar kolam pancuran, membentuk lingkaran seperti dalam upacara kuno. Beberapa berdiri di belakang, tak kuasa berpaling. Ada yang memejamkan mata, ada yang merekam dengan ponsel, namun tak sedikit yang menunduk—mungkin untuk mendengarkan lebih dalam, atau sekadar menenangkan gemuruh dalam dada mereka.

Ketika Rully mengeluarkan suara-suara guttural, klik lidah, jeritan panjang, dan gumaman berulang yang nyaris seperti mantra, Wukir membalasnya dengan dentuman keras, gesekan, dan getaran logam yang menelusup seperti hembusan angin malam di pegunungan sepi. Tidak ada harmoni. Yang ada adalah konflik suara yang justru membentuk harmoni baru dalam kekacauan.

SENYAWA tidak menciptakan musik untuk menyenangkan, melainkan untuk mengganggu—mengintervensi kenyamanan pendengaran modern yang dibesarkan oleh beat 4/4 dan kunci mayor. Di panggung ART SUBS, musik adalah pembangkangan terhadap format, sebuah deklarasi bahwa seni tak harus rapi untuk menjadi bermakna.

ARTSUBS: Ruang Seni yang Menyatu dengan SENYAWA

ARTSUBS sendiri adalah ruang seni alternatif yang diinisiasi sebagai platform pembacaan ulang terhadap cara seni dihadirkan dan dirasakan. Dengan menempati ruang  Balai Pemuda dan dikelilingi proyeksi visual, kolam air dan arsitektur kolonial, acara ini menyiratkan dialog antara masa lalu dan masa depan.

Dalam konteks itu, SENYAWA sangat tepat menjadi pengisi pembuka. Mereka adalah representasi dari narasi anti-pusat, anti-struktur, dan anti-formalistik. Musik mereka menjadi cermin dari semangat ART SUBS.

Proyeksi visual selama penampilan mereka memperkuat atmosfer tersebut—gambar abstrak, bentuk-bentuk simbol, tulisan “MATERIAL WAYS” yang muncul samar di latar belakang, dan sosok berbentuk kerucut besar dengan mata yang menonjol di panggung, seolah menantang penonton untuk menafsirkan: apakah ini seni? Apakah ini lelucon? Ataukah ini bentuk baru dari pertunjukan?

Publik Surabaya Menyambut dengan Terpukau

Yang mengejutkan dari malam itu adalah respon penonton Surabaya yang begitu reseptif. Tidak ada yang keluar, tidak ada yang ribut. Meski tampil tanpa kompromi, SENYAWA berhasil memaku perhatian penonton selama hampir satu jam penuh. Sebuah bukti bahwa publik kita sebenarnya siap untuk pengalaman artistik yang liar, asalkan disuguhkan dengan jujur dan mendalam.

Beberapa pengunjung yang ditemui mengatakan bahwa mereka belum pernah menyaksikan pertunjukan seperti ini sebelumnya. “Ini bukan sekadar konser. Rasanya seperti masuk ke alam lain,” ujar Tita, seorang pengunjung. Sementara Damar, penggemar berat musik eksperimental, menyebut SENYAWA sebagai “tubuh hidup dari seni perlawanan.”


Penutup: Di Balik Bising, Ada Pesan

Ketika lampu panggung akhirnya padam dan suara terakhir menghilang, suasana hening beberapa detik. Penonton seolah perlu waktu untuk kembali dari dimensi lain yang baru saja mereka masuki. Tepuk tangan pun pecah, bukan karena senang, tapi karena lega: bahwa pertunjukan itu sudah selesai dan mereka bisa bernapas kembali.

penampilan SENYAWA di Artsubs

SENYAWA meninggalkan panggung tanpa basa-basi, tanpa encore. Seperti pertapa yang menyelesaikan tugasnya lalu kembali ke hutan.

Apa yang mereka tinggalkan bukan sekadar ingatan pertunjukan, tetapi getaran di dada dan pikiran. Mereka datang tidak untuk menyenangkan, tapi untuk menggugah. Mereka tidak membuat musik, tapi menyampaikan pesan—tentang akhir zaman, tentang kesunyian, tentang kebisingan yang benar-benar penting.


Tentang SENYAWA

Lapak album Senyawa di Artsubs
  • Rully Shabara: Vokalis, penulis lirik, dan pegiat musik eksperimental dengan eksplorasi vokal ekstrem, bahasa fiksi, serta filosofi bunyi non-konvensional.
  • Wukir Suryadi: Musisi dan perakit instrumen bunyi dari bahan-bahan tradisional dan daur ulang. Pencipta instrumen ikonik seperti Bambuwukir.
  • Telah tampil di berbagai festival global seperti CTM Berlin, Unsound Krakow, dan Le Guess Who? di Belanda.
  • Album terkenal: Menjadi (2014), Brønshøj Ecclesia (2017), Alkisah (2021).

SENYAWA, di malam pembukaan ART SUBS, tidak hanya menjadi penampil utama. Mereka menjadi penghancur batas, pengingat bahwa seni bukan hanya untuk dilihat dan didengar, tapi untuk dihayati, dilawan, dan diresapi sampai ke tulang.

Dan malam itu, Surabaya—untuk sesaat—menjadi pusat semesta dari sebuah pertunjukan yang tidak akan mudah dilupakan.


Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *