Press "Enter" to skip to content

Modernisasi Tidak Menjamin Kesejahteraan Semua Kelas Sosial, Modernisasi Hanya Alat Memperkaya Golongan Pemodal dan Pemerintah

kolom opini

ilustrasi by pinterest

Modernisasi sering diklaim sebagai solusi bagi berbagai permasalahan sosial dan ekonomi. Dari pembangunan infrastruktur hingga revolusi digital, kita sering diberi harapan bahwa kemajuan teknologi dan ekonomi akan membawa kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat. Namun, realitasnya tidak seindah slogan kampanye atau janji dalam presentasi kebijakan pemerintah.

Jika kita melihat lebih dekat, modernisasi lebih sering menjadi alat bagi kelompok elite—baik pemodal maupun pemerintah—untuk memperkaya diri sendiri. Kelas pekerja, petani, buruh, dan masyarakat kecil justru sering menjadi korban dari proses modernisasi ini. Kenapa bisa begitu? Mari kita kupas lebih dalam.

Modernisasi: Mitos Kesejahteraan yang Menyesatkan

Modernisasi sering dikemas dengan narasi kemajuan dan kesejahteraan. Ketika sebuah kota membangun jaringan transportasi canggih, membangun pusat bisnis, atau mendorong digitalisasi ekonomi, kita diberi anggapan bahwa ini akan membawa manfaat bagi semua orang. Sayangnya, dampak positif modernisasi sering kali hanya dirasakan oleh segelintir elite ekonomi dan politik.

Contoh konkret adalah gentrifikasi di kota-kota besar. Kawasan yang awalnya dihuni oleh masyarakat kelas menengah ke bawah tiba-tiba berubah menjadi kawasan elite dengan apartemen mewah, pusat perbelanjaan, dan gedung pencakar langit. Akibatnya, penduduk asli tergusur karena harga tanah dan biaya hidup melonjak. Siapa yang diuntungkan? Jelas, para pengembang properti dan pemilik modal, sementara masyarakat kecil kehilangan tempat tinggalnya.

Di sektor industri, modernisasi sering dikaitkan dengan otomatisasi dan efisiensi produksi. Ini memang menguntungkan perusahaan besar, tetapi bagaimana dengan para pekerja? Banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan karena digantikan oleh mesin atau teknologi digital. Akhirnya, modernisasi yang dijanjikan sebagai solusi justru menciptakan ketimpangan sosial yang semakin lebar.

Ketimpangan Digital: Siapa yang Sebenarnya Untung?

Dalam beberapa dekade terakhir, digitalisasi dianggap sebagai langkah modernisasi yang akan meningkatkan aksesibilitas ekonomi bagi semua orang. E-commerce, fintech, dan berbagai platform digital diklaim membuka peluang usaha bagi masyarakat luas. Namun, apakah benar demikian?

Jika kita melihat realitanya, bisnis digital didominasi oleh segelintir perusahaan besar yang memiliki modal raksasa. Perusahaan rintisan kecil memang bisa ikut bermain, tetapi seberapa besar peluang mereka untuk bertahan di tengah persaingan dengan raksasa teknologi? Marketplace dan layanan digital pada akhirnya menjadi ladang emas bagi segelintir pemodal yang mampu mendikte harga dan aturan.

Selain itu, tidak semua orang memiliki akses yang sama terhadap teknologi. Masyarakat di pedesaan atau kelompok miskin perkotaan sering kali tidak memiliki perangkat, jaringan internet stabil, atau bahkan literasi digital yang cukup. Alhasil, modernisasi digital hanya memperkuat dominasi kelas atas, sementara kelas bawah tetap tertinggal.

Modernisasi Infrastruktur: Pembangunan untuk Siapa?

Pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan sering dianggap sebagai indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Namun, pertanyaannya tetap sama: siapa yang benar-benar menikmati manfaatnya?

Ketika jalan tol baru dibangun, apakah petani kecil bisa menikmati manfaatnya? Tidak. Justru mereka yang sering kehilangan tanahnya karena proyek pembangunan. Jalan tol lebih menguntungkan perusahaan logistik, pengusaha besar, dan tentunya pemerintah yang mengantongi pajak serta keuntungan dari kerja sama dengan investor.

Proyek-proyek pembangunan ini sering kali juga berujung pada utang negara yang terus membengkak. Dan siapa yang harus menanggung utang tersebut? Tentu saja, rakyat biasa melalui pajak dan berbagai kebijakan ekonomi yang lebih mencekik.

Pemerintah dan Pemodal: Duet Penguasa dalam Modernisasi

Modernisasi tidak bisa lepas dari campur tangan pemerintah dan pemodal besar. Pemerintah sering berperan sebagai fasilitator, menciptakan regulasi yang mempermudah investasi dan bisnis besar, tetapi di sisi lain justru semakin menyulitkan usaha kecil dan rakyat biasa.

Lihat saja kebijakan-kebijakan ekonomi yang dibuat. Subsidi untuk sektor pertanian terus dikurangi, sementara insentif pajak bagi perusahaan besar justru diperbesar. Masyarakat miskin dipaksa menerima kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada mereka, sementara perusahaan besar mendapatkan berbagai kemudahan.

Bahkan, dalam proyek-proyek pembangunan, sering terjadi praktik korupsi dan kolusi antara pemerintah dan pemodal. Proyek infrastruktur yang dibiayai dengan dana publik sering kali menjadi ladang korupsi, di mana hanya segelintir orang yang menikmati keuntungan. Rakyat? Hanya jadi penonton atau bahkan korban.

Jadi, Apa yang Harus Dilakukan?

Kita tidak bisa menolak modernisasi, tetapi kita bisa mengkritisinya dan menuntut sistem yang lebih adil. Beberapa langkah yang bisa kita dorong antara lain:

  1. Regulasi yang Berpihak pada Rakyat
    Pemerintah harus menciptakan regulasi yang benar-benar menguntungkan semua kelas sosial, bukan hanya pemodal besar. Subsidi untuk UMKM, akses teknologi bagi masyarakat kecil, serta perlindungan bagi pekerja harus diperkuat.
  2. Pemberdayaan Masyarakat Kecil
    Alih-alih hanya mengandalkan investasi asing atau perusahaan besar, pemerintah harus mendorong ekonomi berbasis komunitas. Program pelatihan keterampilan digital, dukungan bagi petani lokal, dan akses kredit yang mudah bagi UMKM adalah langkah konkret yang bisa dilakukan.
  3. Transparansi dalam Pembangunan
    Proyek infrastruktur dan modernisasi harus dilakukan dengan transparan, bebas dari korupsi, dan benar-benar melibatkan masyarakat dalam prosesnya.
  4. Pendidikan dan Literasi Digital yang Merata
    Agar modernisasi tidak semakin memperlebar kesenjangan, akses pendidikan dan literasi digital harus merata. Jika hanya segelintir orang yang memahami teknologi, maka modernisasi hanya akan memperkuat oligarki ekonomi.

Modernisasi bukanlah solusi ajaib yang otomatis membawa kesejahteraan bagi semua orang. Jika tidak dikontrol dan dikritisi, modernisasi hanya akan menjadi alat untuk memperkaya pemodal dan memperkuat kekuasaan pemerintah.

Kita harus lebih kritis terhadap modernisasi yang dikemas sebagai “kemajuan” tanpa memperhitungkan dampak sosialnya. Kesejahteraan tidak akan datang hanya karena ada jalan tol baru, gedung pencakar langit, atau digitalisasi ekonomi. Yang dibutuhkan adalah kebijakan yang benar-benar adil dan berpihak pada semua kelas sosial, bukan hanya segelintir elite.

Jika modernisasi hanya menjadi alat bagi pemodal dan pemerintah untuk semakin memperkuat dominasinya, maka modernisasi bukanlah kemajuan, melainkan bentuk baru dari eksploitasi.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *