Press "Enter" to skip to content

PROBLEMATIKA CABOR INDONESIA: DARI JAM ROLEX HINGGA KESENJANGAN ATLET

Repertoar Mahasiswa

Artikel ini mengulas kesenjangan dana dan perhatian antara cabang olahraga Indonesia, khususnya sepak bola yang mendapatkan sorotan lebih, dengan cabor lain yang justru minim apresiasi. Kritik terhadap hadiah jam Rolex untuk Timnas menguak problematika mendalam di dunia olahraga nasional.


Kesenjangan Atlet dan Dana: Problematika Cabor Indonesia di Tengah Euforia Sepak Bola

Penulis: Muhammad Rifai Nugroho

Kabar tidak mengenakkan datang dari dunia sepak bola Indonesia selepas pertandingan Timnas Indonesia dengan negara tirai bambu, yakni Cina, dengan skor 1-0 membuat Indonesia lolos pada putaran keempat kualifikasi Piala Dunia, yakni pemberian jam Rolex kepada pemain timnas sebagai bentuk apresiasi atas lolos putaran keempat. Hal ini menimbulkan beberapa asumsi dari publik, baik positif maupun negatif.


Setelah pertandingan, para pemain timnas diundang oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk makan bersama di Istana Negara. Mereka diberi hadiah oleh presiden berupa jam Rolex yang harganya tidaklah murah. Hal ini dibuktikan dari Instastory salah satu pemain timnas, yakni Justin Hubner yang dikenal sebagai Ramosnya Indonesia. Beberapa komentar muncul dari warganet di media sosial, di mana mereka berpendapat jika pemberian tersebut sebagai bentuk apresiasi timnas Indonesia yang telah masuk ronde empat, mengingat Indonesia merupakan timnas pertama yang mampu menembus ronde keempat. Namun, juga ada yang mengkritik keputusan tersebut, seperti Ernest Prakasa yang mempertanyakan uang dari pembelian jam Rolex tersebut, walaupun pihak Istana mengonfirmasi bahwa uang yang digunakan adalah uang pribadi Prabowo.


Sebagai seseorang yang lumayan menikmati dan mengamati sepak bola, saya lebih condong mengatakan jika yang dilakukan oleh Prabowo bagus, tetapi tidak tepat waktunya. Pemberian hadiah memang sah-sah saja dilakukan, seperti Uzbekistan yang diberi hadiah mobil oleh pemerintah karena telah lolos Piala Dunia 2026 yang diadakan di Amerika Serikat. Namun, di tengah badai efisiensi melanda semua aspek, seperti pendidikan, kesehatan, bahkan olahraga sendiri rasanya menyakitkan sekali apabila hal pemberian hadiah mewah tersebut diberikan kepada satu cabang saja, mengingat efisiensi anggaran pada Kemenpora sangatlah besar, yakni yang awalnya Rp2,3 triliun menjadi Rp1,03 triliun.


Pada cabor lain, seperti wushu dipulangkan secara mendadak saat melakukan pelatnas melalui Zoom dikarenakan efisiensi anggaran. Eks atlet wushu nasional, Lindswell Kwok mengkritik keputusan Prabowo dalam memberikan jam Rolex. Ia menyatakan bahwa perlakuan tidak adil sering kali terjadi kepada atlet non-sepak bola, seperti kurangnya memfasilitasi para atlet-atlet non-sepak bola untuk latihan dan memberikan uang saku untuk para atlet selama bertanding. Kita bisa melihat para atlet lain mengalami nasib tersebut, seperti yang dialami oleh Abiyyu Rafi yang merupakan seorang atlet senam pada ajang SEA Games 2023 tidak mendapatkan uang saku untuk hidup selama bertanding di Kamboja. Hal ini mengindikasikan perlakuan tidak adil, mengingat cabor lain banyak menghasilkan prestasi, tetapi kalah dengan euforia sepak bola.


Dana yang dikeluarkan untuk timnas sepak bola dibilang termasuk tinggi dibandingkan cabor lainnya. PSSI memiliki anggaran sebesar sekitar Rp665 miliar, di mana Rp390 miliar dialokasikan untuk timnas Indonesia. (Kompas, 2024) Ditambah cabor sepak bola mendapatkan suntikan dana sebanyak Rp199,7 miliar untuk timnas sepak bola. Hal ini berbeda jauh dengan cabor lain, seperti bulu tangkis sebesar Rp37,6 miliar dan panjat tebing sebesar Rp20,3 miliar rupiah. (Tempo, 2025) Dengan adanya hal tersebut, tidak mengherankan banyak cabor lain merasa menjadi anak tiri di hadapan pemerintah karena sudah menghasilkan beberapa prestasi, tetapi kalah dengan cabor yang euforianya lebih besar ketimbang cabor lain.


Pemberian hadiah dengan dalih apresiasi janganlah tergesa-gesa, apalagi di masa efisiensi anggaran sedang terjadi dan banyak atlet masih kesusahan untuk berlatih maupun bertanding karena keterbatasan uang. Pemberian dengan cepat seperti ini juga akan menimbulkan star syndrome kepada para pemain karena sudah dianggap hebat oleh masyarakat, sehingga ia seenaknya berbuat apa pun. Saya masih teringat ketika timnas U-17 saat melakukan pertandingan pada tahun 2023 untuk kualifikasi Piala Asia U-17 banyak pemain down dan star syndrome karena sebelumnya disanjung berlebihan dan diapresiasi berlebihan oleh salah satu media TV. Padahal, sudah seharusnya mereka jangan terlalu disanjung berlebihan, secukupnya saja demi menghindari star syndrome.


Pemerintah melalui PSSI dan Kemenpora jangan terlalu fokus kepada perkembangan timnas sepak bola saja, tetapi juga cabor lainnya. Bahkan untuk meningkatkan performa timnas, PSSI selalu mengambil alih jalan pintas dengan naturalisasi. Sebenarnya naturalisasi sah-sah saja, tetapi hal tersebut termasuk proyek jangka pendek karena jumlah naturalisasi semakin lama juga semakin menipis. Erick Thohir mengatakan jika naturalisasi merupakan proyek jangka pendek. Namun, faktanya pembinaan atlet sepak bola sejak dini masih saja belum terlaksana dengan baik. Pembentukan liga untuk anak-anak dan perempuan, pemerataan fasilitas, hingga pembenahan liga sepak bola masih belum terlaksana dengan baik. Hal ini justru berbeda dengan negara-negara di Eropa, seperti Spanyol yang sudah melakukan tersebut demi menumbuhkan bibit-bibit atlet terbaik. Melihat terdekat, bisa kita melihat perjuangan cabor bulu tangkis. Melalui program yang dilakukan oleh Djarum dan sering diadakan turnamen membuat mereka terasah kemampuannya, sehingga memunculkan salah satu ikonik yang hebat, yakni Minion.


Adanya kritik dan saran seperti ini merupakan bentuk kepedulian penulis terhadap dunia olahraga di Indonesia. Sebab banyak anak bangsa dari kecil sudah mengorbankan segalanya demi mengharumkan nama Indonesia di mata dunia, tetapi sering kali dicampakkan begitu saja. Harapannya, pemerintah jangan terlalu terburu-buru dalam memberikan apresiasi, apalagi di masa efisiensi anggaran yang membuat beberapa sektor kena imbasnya, walaupun pihak Istana mengatakan pembelian jam tersebut berasal dari uang pribadi Prabowo. Pemerintah sebaiknya fokus untuk membenahi dan memperhatikan cabor-cabor yang ada di Indonesia supaya mengharumkan nama Indonesia semakin jauh.


Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *