
Nirwana dalam Lima Babak
I
Siapa kamu?
Aku teralienasi dalam pandang mata cokelatmu
Padahal kemarin kita sedekat nadi dan mati
Angin mana yang jauhkan kita?
Adakah jemariku mendorongmu pergi?
Siapa kamu?
Aku mencoba menemuimu di alam mimpi
Tapi tak sehelai rambutmu aku jumpa
Kiranya sakit buatmu nanti
Tapi buatku ini bunuh diri
Siapa kamu?
Siapa saya?
Atau mungkin
Saya tak pernah
Benar-benar mengenal Anda
II
Pujanggamu itu sudah mati, Nirwana
Jantungnya tak berdegup
Nadinya berhenti
Puas sudah berpuluh purnama ia berpuisi
Memuja muji matamu yang surgawi
Dan senyum paling berarti
Tapi tak pernah surat balasan ia temui
Balasan surat atau sekadar terima kasih
Pujanggamu itu sudah mati, Nirwana
Pada Raya keempat nanti
Atau malam-malam sesudahnya
Ia sedang mencoba berlayar
Jauh ia tambatkan mata pada lautan
Tapi Engkau tak beri sedikitpun perbekalan
Betapa tidak!
Restu pun urung engkau berikan
Tapi sering kau minta ikan, udang, dan rajungan
Pujanggamu itu sudah mati, Nirwana
Tak ada lagi malam kalian bermesra
Habis pulang pelayarannya
Simpan rengek dan tangismu untuk esok lusa
Dan tolong siapkan sapu tangan
Karena tangan pujanggamu
Tak lagi ada buat menyapu air mata
Pujanggamu itu sungguh sudah mati, Nirwana
Pujangga yang baik hatinya
Yang habis disia-sia
Kini ia bersumpah arungi samudera
Dengan atau tanpa restumu mengantarnya
III
Ajak ajak melolong di kepala
Nafas memburu pun fajar belum tiba
Habis sudah obatku, Nirwana
Sekarang pada siapa aku meminta?
Kenapa tak kau resepkan lidocaine
Toh sama sama kau buat aku mati rasa
Tidak buruk juga euthanasia
Biar tiada perlu lagi aku buka mata
Oh mungkin aku akan tidur sampai pagi
Dan persetan dengan politik Amerika
Toh kita tak mungkin berlayar lagi
Dan aku tak akan ke Brawijaya
IV
Mungkin aku harus berhenti membaca surel-surelmu
Atau tulisan kita di buku kecil yang lucu itu
Mungkin aku juga perlu memulai berpuisi
Karena di twitter mereka pada membenci anak HI
Harus kemana aku sendiri tak pernah tahu
Mungkin aku juga harus beranjak dari galeri
Terkutuklah Suramadu yang pantainya bau
Dan terkutuk aku yang melangkah pergi
Racun apa yang kau resepkan padaku?
Kenapa aku baru mati sekarang?
Dan tidak lima minggu yang lalu
Kau ajak aku mati bersamamu
Mungkin aku harus berhenti membaca
surel-surelmu
Dan preskripsi obat-obat yang kau beri padaku
Mungkin mulai meminum kopi dan teh, siapa tahu?
Yang kutahu, aku tidak bisa lagi pulang padamu
Sedang, demi susu kambing yang kamu suka itu,
Aku sungguh-sungguh butuh pulang
Entah padamu, pada laut, atau lagu-lagu Silampukau
Dan mungkin aku harus berhenti membaca surel-surelmu
V
Saya tak punya pandai menerka
Berapa reguk air mata tersisa
Tak lagi pintar merangkai kata
Tolong ajari saya kembali bicara
Padamu
Pada masa di mana ada kita
Di mana saya tak takut
Tenggelam
Di bola matamu
Padamu Nirwana,
Subuh jatuh di mata
Sulam tenang merasuk rasa
Rasa yang entah masih ada
Adakah hadirku sepadan sakitmu?
Pada siapa lagi saya harus berpuisi?
Angin mana bawa kita kesini?
Ke peraduan tak beratap
Yang saya sebut rumah
Masih bolehkah saya memanggil rumah?
Masih bolehkah saya menghambur pasrah?
Masih bolehkah saya menyebut nama–
Karena namamu, Nirwana
Masih ada
dalam doa-doa saya

Be First to Comment